Wednesday, November 15, 2006

Lemah, Kontrol Pemerintah
atas Kejahatan Aparat Negara

- Depok - Pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah yang sangat besar dan sekaligus menjadi kelemahan pemerintahan sekarang, yakni menghadapi kejahatan yang dilakukan oleh aparat negara. Kontrol negara terhadap aparatnya masih bersifat pengawasan negatif, yakni mengawasi dan menghukum apabila aparat melakukan kejahatan dan penyimpangan, padahal semestinya dilakukan kontrol positif seperti pemberian reward dan insentif.
Hal itu dikatakan Adrianus E Meliala PhD dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar tetap pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (UI), yang bertema "Kejahatan Negara: Beberapa Pelajaran dari Indonesia", di Depok, Jawa Barat, Rabu (15/11). Adrianus mengatakan, kejahatan yang terjadi tampaknya bukan dilakukan aparat negara dalam rangka menjalankan kebijakan pemerintah, melainkan merupakan inisiatif atau kehendak aparat sendiri.
Misalnya, terkait aktivitasnya sebagai aktor pelanggar HAM. "Motifnya bisa bermacam-macam, dan kemungkinan besar tidak seluruhnya politis. Walaupun tanggungjawab hukum ada di tangan yang melakukannya, tetapi kasusnya ketika kejahatan atau penyimpangan itu demikian marak terjadi dan meluas, lalu apa bedanya dengan tindakan pembiaran atau pemberian dukungan oleh negara," tanya Adrianus.
Masalahnya lanjut Adrianus, kontrol negatif sulit diharapkan hasilnya efektif pada saat kualitas kendali pemerintah pusat kepada aparat-aparatnya lemah dan tidak terorganisir. Dia menjelaskan selama ini, ada anggapan aparat negara "dibiarkan" atau "dimaklumi" melakukan berbagai kejahatan atau pun penyimpangan sebagai suatu kompensasi, atau bahkan sumber dana alternatif terkait ketidakmampuan negara dalam memberikan fasilitas kerja yang baik kepada aparatnya.
Kini dengan aktifnya lembaga-lembaga negara di bidang pemberantasan korupsi, persepsi itu secara cukup cepat hendak diubah. Dengan adanya lembaga-lembaga negara dalam bidang pemberantasan korupsi, seharusnya pekerjaan rumah bisa segera dituntaskan dengan baik. Amat disayangkan, jika pengawasan dari pemerintah masih lemah terhadap aparat.
''Semakin besar niat untuk menghindarkan diri melakukan kejahatan atau pun penyimpangan negara diperkirakan akan semakin banyak muncul hambatan yang salah satunya justru berasal dari elemen-elemen dalam negara itu sendiri," ujarnya. Adrianus mengemukakan, terdapat kompleksitas dan problema dalam rangka menyebutkan negara telah melakukan kejahatan negara, juga terdapat problema siapa yang sepatutnya bertanggung jawab, apa yang harus dipertanggungjawabkan, serta bagaimana bentuk pertanggungjawabannya. Karena itu, semua pihak diimbau untuk tidak berfikir hanya dengan perspektif posivisik atau dengan kacamata legal formal dalam rangka menjawab persoalan tersebut.
Perdebatan ala positivisme diperkirakan hanya akan berkutat pada penggunaan pasal-pasal UU dan ketepatan proses beracara yang pada akhirnya diperkirakan akan memunculkan situasi di mana ada kejahatan tanpa penjahat, ada korban tanpa pelaku. Karena itu jelas Adrianus, pemikiran perlu mendasar kepada mengapa negara perlu ada, dan mengapa kita semua telah melepaskan sebagian kedaulatan kita kepada negara agar negara dapat mengurus kita secara sebaik-baiknya. (Bob)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home