Friday, December 15, 2006

PENYANDANG BALITA GIZI BURUK MENINGKAT 79 %

CIBINONG- Balita gizi buruk di Kabupaten Bogor meningkat tajam hingga 79 persen, dari 3.313 balita pada tahun 2005 menjadi 5.934 balita penyandang gizi buruk pada 2006. Sedangkan balita gizi kurang pada 2006 juga telah mencapai angka di atas 10.000 balita, padahal pada 2005 masih di bawah level tersebut. Fakta ini terungkap dalam rapat kerja antara Komisi D DPRD Kabupaten Bogor dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor, di gedung DPRD Kabupaten Bogor di Cibinong, belum lama ini, yang dipimpin oleh Ketua Komisi D Supono (F-PAN) dan dihadiri Kepala Dinkes drg. Tri Wahyu Harini dan Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Kesehatan Lingkungan (P2PKL) dr. Eulis Wulantari. Anggota Komisi D, Arief Munandar (F-PKS) mempertanyakan angka balita penyandang gizi buruk dan gizi kurang yang justru makin meningkat padahal pemerintah pusat menggalakkan peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan memberdayakan pos pelayanan terpadu (Posyandu) sampai ke tingkat rukun tetangga (RT) serta pemberian makanan tambahan (PMT).

Saat ini ada 4.069 Posyandu di Kabupaten Bogor. “Apakah data tersebut (balita gizi buruk) tidak valid atau programnya tidak sampai?” kata Arief Munandar. Menurut dia, anggota dewan mengusulkan agar Dinkes meningkatkan pelayanannya dengan cara lebih mendekatkan lagi petugas kesehatan kepada masyarakat. Paling tidak di setiap desa ada satu orang bidan serta satu orang perawat. Seperti kejadian di Kecamatan Rumpin, ada warga penderita campak meninggal dunia, karena miskin dan domisilinya sangat jauh dari Puskesmas terdekat,” kata Arief. Banyak bidan dan perawat yang enggan bekerja di desa terpencil, karena fasilitasnya sangat minim. “Dewan mengusulkan, agar bidan dan perawat yang ditugaskan di desa terpencil diberikan insentif tersendiri. Kalau memungkinkan diberikan rumah dinas. Sehingga, mereka betah bekerja di desa terpencil,” kata Arief. Diakuinya, persoalan gizi buruk dan gizi kurang tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinkes Pemkab Bogor, tapi menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat.

Masalah gizi buruk dan gizi kurang merupakan masalah sosial, yang merupakan dampak dari lemahnya daya beli masyarakat, sehingga menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan. Penanganan masalah yang krusial ini, menurutnya, tidak cukup hanya dengan PMT, tapi dengan meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM) meliputi peningkatan daya beli, pendidikan, dan pelayanan kesehatan. “Peningkatan IPM ini tidak mudah dan membutuhkan waktu lama, tapi harus dilakukan secara terpadu,” katanya. Arief menambahkan, meskipun APBD Kabupaten Bogor relatif agak meningkat, tapi persoalan gizi buruk dan gizi kurang juga makin meningkat. Hal ini antara lain disebabkan alokasi beberapa mata anggaran APBD masih diperuntukkan persoalan yang kurang prinsip. (Anwr).

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home